tentang gunadarma

Kamis, 06 Desember 2018

PERMASALAHAN DALAM DUNIA KONSTRUKSI 4

Runtuhnya Rukan Cendrawasih, Samarinda (Juni 2014)

Bangunan rumah kantor (Rukan) tiga lantai yang terletak di kompleks Cendrawasih Permai, Jl. Ahmad Yani, Kecamatan Sungai Pinang Kota Samarinda Kalimantan Timur runtuh pada tanggal 3 Juni 2014 saat masih dalam proses pengerjaan yang menyebabkan 12 pekerjanya tewas. Bangunan ini memiliki lebar 25 m dan panjang 100 m dengan biaya konstruksi senilai kurang lebih 15 Milyar rupiah.
ruko runtuh
Keruntuhan Bangunan

Dari observasi yang dilakukan penyebab keruntuhan bangunan ini sangatlah kompleks diantaranya:
Pertama, Kegagalan pondasi. Hal ini didasarkan keterangan bahwa pengerjaan pengerukan lahan sampai lantai 1 selesai dikerjakan hanya memerlukan waktu enam bulan. Padahal kondisi tanah eksisting adalah rawa dan merupakan tanah lempung sehingga memerlukan waktu lama untuk terkonsolidasi jika tanpa penanganan khusus seperti vertical drain.
Kedua, Kegagalan Struktur Utama. Struktur utama yang dimaksud adalah balok- kolom. Hal ini didasarkan fakta bahwa pekerja sempat diminta untuk mengecek kolom yang retak di lantai 2. Meskipun tidak ada data detail mengenai dimensi dan lokasi keretakan akan tetapi hal ini seharusnya telah menjadi indikasi awal bahwa ada masalah dengan struktur yang sedang dibangun. Apalagi apabila didasarkan pada filosofi desain struktur yang benar yaitu “strong column- weak beam” yang artinya kolom tidak boleh mengalami kegagalan struktur terlebih dahulu daripada balok. Kegagalan kolom ini sendiri diduga karena adanya deviasi antara perencanaan dan pelaksanaan dimana kontraktor mengurangi dimensi kolom dan jumlah tulangan yang dipakai.
Ketiga, Kesalahan sistem perancah pengecoran lantai. Penyebab awal keruntuha adalah lantai 3 yang sedang dikerjakan secara tiba- tiba roboh. Selain karena kolom yang mengalami kegagalan, maka sistem perancah yang dipakai juga patut dicurigai tidak dirancang dengan benar. Dari dokumentasi yang ada terlihat bahwa sistem perancah yang digunakan menggunakan scafolding besi dan beberapa menggunakan kayu dolken. Bekisting dan sistem perancah seharusnya didesain secara detail baik dalam desain maupun metode pemasangannya. Inspeksi harus dilakukan secara ketat termasuk pengecekan terhadap kekuatan beton yang telah dicor yang akan menopang perancah tersebut.
perancah patah
Perancah dolken patah
Keempat, organisasi proyek tidak benar. Proyek rukan ini diketahui tidak memiliki konsultan perencana. Desain bangunan yang digunakan tidak diketahui darimana dibuatnya. Pengawasan proyek ini pun hanya dilakukan oleh mandor dari pemborong.
Kelima, adanya pengalihan pekerjaan secara serampangan. Kontraktor proyek rukan ini semula PT. Firma Abadi yang beralamat di Surabaya menyerahkan sepenuhnya pekerjaan kepada perseorangan/ individu yang merupakan pemborong berinisial NI yang beralamat di Samarinda yang kemudian menyerahkan lagi kepada mandor yang berinisial S. Pengalihan pekerjaan ini meliputi keseluruhan pekerjaan dan sama sekali tidak ada pengawasan dari Kontraktor utama.

PERMASALAHAN DALAM DUNIA KONSTRUKSI 3

Runtuhnya Jembatan Mahakam II, Tenggarong (November 2011) – Disebabkan faktor bahan & faktor tenaga kerja (SDM)
Jembatan yang merupakan tipe Gantung (Suspension Bridge) ini memiliki panjang total 710 m. Keruntuhan terjadi pada tanggal 26 November 2011 sekitar sepuluh tahun setelah diresmikan.
jembatan tenggarong
Jembatan Tenggarong Runtuh
Identifikasi penyebab keruntuhan ini merupakan hasil investigasi yang dilakukan oleh tim LPPM UGM pada tanggal 27 November 2011 (sehari setelah kejadian).
Berdasarkan fakta yang ditemukan di lapangan menunjukkan bahwa jatuhnya truss jembatan beserta hangernya terjadi akibat kegagalan konstruksi pada alat sambung kabel penggantung vertikal (clamps and sadle) yang menghubungkan dengan kabel utama.
clamps and sadle
Clamps and Sadle
Ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan alat sambung ini mengalami kegagalan diantaranya:

  • Kurang baiknya perawatan jembatan yang menyebabkan konstruksi alat penggantung kabel vertikal tidak berfungsi dengan baik dan tidak terdeteksi kemungkinan adanya kerusakan dini.
  • Kelelahan (fatigue) pada bahan konstruksi alat penggantung kabel vertikal akibat kesalahan desain dalam pemilihan bahan atau sering terjadi kelebihan beban rencana (over load) yang mempercepat proses terjadinya degradasi kekuatan.
  • Kualitas bahan konstruksi alat sambung kabel penggantung ke kabel utama yang tidak sesuai dengan spesifikasi dan standar perencanaan yang ditetapkan.
  • Kesalahan prosedur dalam pelaksanaan perawatan konstruksi atau kesalahan dalam menyusun standar operasional dan perawatan konstruksi yang direncanakan.
  • Kemungkinan terjadinya penyimpangan kaidah teknik sipil dalam perencanaan karena seharusnya konstruksi alat penyambung harusnya lebih kuat daripada kabel penggantung yang disambungkan dalam kabel utama.
  • Kesalahan desain dalam menentukan jenis bahan/ material untuk alat penyambung kabel penggantung vertikal yang dibuat dari besi tuang/ cor (cas iron) atau kesalahan dalam menentukan jenis atau kapasitas kekuatan alat tersebut.
sumber:

PERMASALAHAN DALAM DUNIA KONSTRUKSI 2

Robohnya Jembatan Penghubung Gedung Perpustakan Daerah DKI (November 2014) – Disebabkan faktor peralatan & faktor tenaga kerja (SDM)

Bangunan jembatan penghubung ini menghubungkan gedung Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi DKI Jakarta. Keruntuhan terjadi pada tanggal 3 November 2014.
jembatan penghubung perpus DKI
Jembatan Penghubung runtuh

Keruntuhan terjadi diakibatkan sistem perancah yang mengalami kegagalan. Scafolding yang digunakan merupakan scafolding besi dengan kondisi yang sudah tidak layak pakai:
  • Kondisi scafolding banyak yang sudah keropos dan ada beberapa yang sudah bolong.
  • Pemasangan scafolding tidak dilengkapi dengan bracing, sehingga scafolding tidak stabil.
  • Adanya perlemahan scafolding yang tidak dihitung seperti adanya jalan akses untuk kendaraan dibawah struktur yang sedang dibangun
Demikian contoh beberapa kasus kegagalan struktur yang pernah terjadi di Indonesia. Sebenarnya masih ada beberapa contoh kasus lain akan tetapi belum sempat dibahas pada kesempatan kali ini. Penulis berharap deretan kasus yang terjadi dapat menjadi bahan pembelajaran bagi para engineer untuk dapat lebih cermat baik pada saat desain maupun saat pengawasan pekerjaan di lapangan. Sehingga deretan kasus kegagalan struktur diatas tidak bertambah panjang.

PERMASALAHAN DALAM DUNIA KONSTRUKSI 1

Pendahuluan
Konstruksi dapat juga didefinisikan sebagai susunan (model, tata letak) suatu bangunan (jembatan, rumah, dan lain sebagainya) Walaupun kegiatan konstruksi dikenal sebagai satu pekerjaan, tetapi dalam kenyataannya konstruksi merupakan satuan kegiatan yang terdiri dari beberapa pekerjaan lain yang berbeda.Pada umumnya kegiatan konstruksi diawasi oleh manajer proyek, insinyur disain, atau arsitek proyek. Orang-orang ini bekerja di dalam kantor, sedangkan pengawasan lapangan biasanya diserahkan kepada mandor proyek yang mengawasi buruh bangunan, tukang kayu, dan ahli bangunan lainnya untuk menyelesaikan fisik sebuah konstruksi.

Permasalahan
Dalam proses perjalanannya, sebuah kegiatan konstruksi dihadapkan pada berbagai permasalahan dan seringkali tidak luput dari permasalahan tersebut. Banyak faktor yang menyebabkan permasalahan itu terjadi dan ada berbagai macam jenis permasalahan yang biasa terjadi dalam suatu proses konstruksi. Dalam pembahasan ini, saya akan membahas tentang permasalahan dalam dunia konstruksi tersebut.
Tingkat keberhasilan ataupun kegagalan suatu proyek akan banyak ditentukan oleh pihak-pihak yang terkait secara tidak langsung (Dalam hal ini bisa pemilik proyek, badan swasta,  dan pemerintah) maupun secara langsung yang dalam hal ini, yaitu  Penyedia barang dan jasa (Kontraktor Pelaksana, Konsultan perencana, Konsultan pengawas) dalam suatu siklus/ tahapan manajemen meliputi Perencanaan (Planning), Pengorganisasian (Organizing), Pengisian staff (Staffing), pengarahan (Directing), pelaksanaan, pengendalian (controling), dan pengawasan (supervising).
Beberapa permasalahan dalam proses konstruksi, berkaitan dengan beberapa aspek:
- Keterkaitan antara waktu, biaya, dan mutu dalam sebuah proyek
  Sebagaimana diketahui bahwa dalam pelaksanaan manajemen konstruksi didasari dari proses proyek itu sendiri, yang mempunyai awal dan akhir serta tujuan menyelesaikan proyek tersebut alam bentuk bangunan fisik secara efisien dan efektif. Untuk itu, diperlukan pengetahuan yang salah satunya menyangkut aspek teknik pelaksanaan manajemen konstruksi itu sendiri dalam penyelenggaraannya. Beberapa ruang lingkup pekerjaan yang menjadi aspek teknik dapat dilihat dibawah ini :

unduhan (2)

Gambar 8.1 : Struktur pendekatan untuk manajemen proyek dengan variabel ruang llingkup kegiatan yang merupakan aspek tekniknya.
(Sumber : Turney J. Rodney : “The Handbook of Project Based Management”, McGraw-Hill Book Company, Berkshire, Maidenhead, England, 1991)

Dari gambaran sistematika di atas, dapat disebutkan bahwa proses proyek konstruksi dimulai dengan perencanaan dan diakhiri dengan serah terima. Selama proses berlangsung, beberapa aspek teknik yang berkaitan dengan proses, perlu diketahui. Aspek teknik yang umum dilakukan terdistribusi dalam :
–          Perencanaan (planning)
–          Penjadwalan (scheduling)
–          Pengendalian (controling)
Hal ini untuk mencapai tujuan proyek yaitu menghasilkan bangunan fisik yang mempunyai variabel biaya-mutu-waktu yang optimal. Sebagaimana diketahui secara tradisional bahwa ketiga variabel tersebut saling berkaitan dan saling mempengaruhi, yang umumnya dikenal sebagai Biaya – Mutu – Waktu.unduhan (1)
Gambar 8.2 : Segitiga variabel biaya – mutu – waktu yang saling mempengaruhi, variabel utama dalam aspek teknik manajemen konstruksi
Ketiga variabel tersebut berkaitan dan saling mempengaruhi. Sebagai misal MUTU : kualitas mutu berkaitan dengan BIAYA yang dikeluarkan, besar kecilnya biaya secara umum menunjukkan tinggi rendahnya mutu untuk suatu pekerjaan yang sama dengan spesifikasi yang sama pula. Demikian pula dengan WAKTU pelaksanaan, tinggi rendahnya MUTU secara tidak langsung berkaitan dengan lama waktu pelaksanaan, mutu yang tinggi membutuhkan kehati-hatian dan pengawasan mutu yang lebih intensif, sehingga jelas akan memakan waktu yang lebih daripada waktu yang normal. Dari WAKTU yang lebih lama ini otomatis, paling tidak dari segi biaya tidak langsung, akan kembali menambah BIAYA pelaksanaan. Bentuk saling ketergantungan ini memberikan beberapa kebutuhan akan teknik untuk menajemen proses konstruksi seperti tersebut di atas. Atas dasar tersebut, pada modul ini akan dibahas beberapa teori / teknik dalam lingkup pelaksanaan manajemen proyek konstruksi, yang meliputi :
  1. Tahap Perencanaan
  • Penyusunan Work Breakdown Structure (WBS)
  • Penyusunan Organization Analysis Table (OAT)
  • Memperkirakan durasi dari WBS, OAT, Analisa Harga Satuan dan Ketersediaan Sumber Daya Manusia.
  1. Tahap Penjadwalan
  • Diagram Jaringan 1 (Activity on Arrow)
  • Diagram Jaringan 2 (Pengantar Activity on Node)
  • Metode Lintasan Kritis (CPM)
  • Aliran Kas (Cash Flow)
  1. Tahap Pengendalian
  • Monitoring 1 : Kurva – S
  • Monitoring 2 : Integrasi Biaya – Waktu (Earned Value)
  • Percepatan Waktu dengan Biaya Optimal (Least Cost Analysis).
- Koordinasi dan Pengaturan Manajemen
  Manajemen proyek dapat didefinisikan sebagai suatu proses dari perencanaan, pengaturan, kepemimpinan, dan pengendalian dari suatu proyek oleh para anggotanya dengan memanfaatkan sumber daya seoptimal mungkin untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. Tujuan/sasaran Manajemen Proyek adalah mengelola fungsi manajemen atau mengatur pelaksanaan pembangunan sedemikian rupa sehingga diperoleh hasil optimal sesuai dengan persyaratan (spesification) untk keperluan pencapaian tujuan ini, perlu diperhatikan pula mengenai mutu bangunan, biaya yang digunakan dan waktu pelaksanaan Dalam rangka pencapaian hasil ini selalu diusahakan pelaksanaan pengawasan mutu ( Quality Control ) , pengawasan biaya ( Cost Control ) dan pengawasan waktu pelaksanaan ( Time Control ). Pengelolaan aspek-aspek tersebut dengan benar merupakan kunci keberhasilan dalam penyelenggaraan suatu proyek.
Dengan adanya manajemen proyek maka akan terlihat batasan mengenai tugas, wewenang, dan tanggung jawab dari pihak-pihak yang terlibat dalam proyek baik langsung maupun tidak langsung, sehingga tidak akan terjadi adanya tugas dan tangung jawab yang dilakukan secara bersamaan (overlapping).
Apabila fungsi-fungsi manajemen proyek dapat direalisasikan dengan jelas dan terstruktur, maka tujuan akhir dari sebuah proyek akan mudah terwujud, yaitu:
  1. Tepat Waktu
  2. Tepat Kuantitas
  3. Tepat Kualitas
  4. Tepat Biaya sesuai dengan biaya rencana
  5. Tidak adanya gejolak sosial dengan masyarakat sekitar
  6. Tercapainya K3 dengan baik
Pelaksanaan proyek memerlukan koordinasi dan kerjasama antar organisasi secara solid dan terstruktur. Dan hal inilah yang menjadi kunci pokok agar tujuan akhir proyek dapat selesai sesuai dengan schedule yang telah direncanakan.
Beberapa unsur organisasi yang masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda. Adapun pihak-pihak tersebut antara lain:
  1. Pemilik proyek (owner)/investor yang juga merupakan konsultan manajemen konstruksi
  2. Konsultan perencana arsitektur, landscape, dan quantity surveyor.
  3. Kontraktor pelaksana utama yang membawahi:
  • Konsultan perencana struktur
  • Sub kontraktor spesialis
  1. Kontraktor pondasi
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, ke-4 pihak tersebut harus mempunyai hubungan kerja yang jelas, dan dapat bersifat ikatan kontrak, perintah, maupun garis koordinasi. Hubungan antara pihak tersebut dapat dilihat dalam skema pada gambar 1.1 dibawah ini.
unduhan
Gambar 1.1 Skema Hubungan Kerja Pihak-Pihak Yang Terkait dalam Proyek
Berikut ini adalah beberapa contoh hal atau faktor yang dapat menjadi penghambat dalam penyelesaian proses konstruksi, antara lain :
  • Bahan
  • Tenaga Kerja (SDM)
  • Peralatan
  • Lingkungan
  • Keuangan
  • Faktor Perubahan (Ekonomi maupun Sosial)

PROPOSAL TUGAS AKHIR

EVALUASI SISTEM DRAINASE DI KELURAHAN REMBIGA KECAMATAN SELAPARANG KOTA MATARAM

PROPOSAL TUGAS AKHIR
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan
Program Studi Strata 1 (S1) pada Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gumadarma



Disusun Oleh:

FRIZA WASTU LESTARI
12316927
3TA06












JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPILDAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
JAKARTA
2015



INTISARI

            Banjir merupakan masalah yang mengganggu kelancarana aktivitas suatu kawasan. Oleh sebab itu diperlukan penanganan drainase secara tetap dan efisien pada kawasan tersebut, yang akan berdampak pada naiknya produktivitas ekonomi dalam wilayah tersebut

Penelitian ini dilakukan pada proyek yang sudah selesai dikerjakan sebagai bahan evaluasi secara teknis mengguankan teori-teori yang diperoleh selama penulis mendalami kuliah teknik sipil.. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi hasil pelaksanaan drainase kawasan dengan beberapa metode hitungan yang ada dalam teori drainase perkotaan. Kemudian menemukan faktor-faktor yang berperan sebagai penyebab banjir yang terjadi dilapangan dan mengusulkan solusi tindakan perbaikan sedapat mungkin dikendalikan dengan menggunakan metoda fishbone diagram. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengamati pelaksanaan proyek yang sedang berjalan pada pekerjaan struktur. Dan mengajukan pertanyaan langsung kepada pekerja, pihak konsultan, ataupun  kontraktor dilapangan.


RENCANA  ISI LAPORAN TUGAS AKHIR

KATA PENGANTAR..........................................................................................................
DAFTAR ISI.........................................................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN...................................................................................................
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................
1.3 Batasan Masalah .................................................................................................
1.4 Tujuan..................................................................................................................
1.3 Manfaat ...............................................................................................................
BAB II. DASAR TEORI
2.1 Analisa Hidrologi.................................................................................................
2.2 Analisa Hidrolika.................................................................................................
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN   
3.1 Lokasi Penelitian..................................................................................................
3.2 Tahapan Penelitian
3.2.1 Tahap persiapan ...................................................................................
3.2.2 Pengumpulan data ...............................................................................
3.2.3 Analisa Data
3.2.4 Bagan Alir.............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pertumbuhan kota dan perkembangan industri menimbulkan dampak yang cukup besar pada siklus hidrologi sehigga berpengaruh besar terhadap sistem drainase perkotaan. Sebagai contoh adalah perkembangan kawasan hunian yang disinyalir sebagai penyebab banjir dan genangan di lingkukngan sekitarnya. Hal ini disebabkna karena perkembangan urbanisasi yang menyebabkan perubahan tata guna lahan. Oleh karena itu perkembangan kota  harus diikuti dengan peningkatan dan perbaikan system drainase.
Kelurahan rembiga merupakan salah satu kelurahan yang berada di dalam wilayah kota mataram yang terbagi atas 6 lingkungan. Berdasarkan data dari puskesmas selaparang pada tahun 2011 jumlah penduduk kelurahan rembiga adalah sejumlah 9.163 jiwa. Jumlah penduduk yang besar dan terus meningkat mengingat pesatnya pembangunan kawasan perumahan dan pertokoan di wilayah ini.
Pembangunan perumahan dan pertokoan di kelurahan Rembiga yang cukup pesat telah mengurangi area resapan air hujan dan menimbulkan genangan-genangan. Selain itu saluran drainase yang telah adapun efisiensinya telah berkurang karena adanya pembuangan sampah di saluran drainase. Akibatnya setiap musim hujan air dari saluran drainase meluap membanjiri rumah-rumah dan jalan disekitar saluran drainase.
Penataan dan peningkatan efisiensi jaringan drainase kota, khususnya di kelurahan Rembiga perlu segera dilakukan agar permasalahan banjir dan genangan serta segala akibat yang timbul karenanya dapat segera dikurangi atau bila mungkin dihilangkan. Sebab permasalahan tersebut menimbulkan banyak gangguan pada masyarakat terutama di bidang kesehatan. Sehingga kawasan tersebut oleh pemerintah setempat dianggap perlu untuk ditanggulangi dan ditangani segera.


1.1  Rumusan Masalah
1.      Apa yang menyebabkan terjadinya banjir dan genangan di wilayah kelurahan Rembiga kecamatan     Selaparang kota Mataram?
2.        Bagaiman kondisi saluran drainase eksistingnya?
3.      Solusi apa yang tepat terhadap hasil evaluasi termasuk alternatif-alternatif setelah saluran drainase      direncanakan agar saluran tersebut mampu mengalirkan debit hujan dengan baik?
                                             
1.2  Batasan Masalah
1.      Merencanakan saluran drainase di wilayah kelurahan Rembiga kecamatan Selaparang kota Mataram
2.      Menghitung dimensi saluran
3.      Meghitung tinggi hujan rencana
4.      Menghitung debit rencana saluran
5.      Menghitung kapasitas saluran

1.3  Tujuan
1.     Mengetahui penyebab banjir dan genangan di wilayah kelurahan Rembiga kecamatan Selaparang   kota Mataram
2.      Menganalisa kondisi saluran drainase eksisting di wilayah kelurahan Rembiga kecamatan Selaparang kota Mataram
3.      Mencari alternatif penggulangan genangan dan banjir agar saluran tersebut mampu mengalirkan debit hujan dengan baik

1.4  Manfaat
1.      Mengetahui penyebab banjir dan genangan di kelurahan Rembiga
2.      Dapat menganalisa kondisi saluran eksisiting di kelurahan Rembiga
3.      Didapatkan alternatif penanggulangan banjir dan genangan akibat debit hujan



BAB II
DASAR TEORI
2.1 Analisa Hidrologi
Analisa hidrologi merupakan suatu analisa awal dalam menagani penaggulangan banjir dan perencanaan system drainase untuk mengetahui besarnya debit yang akan dialirkan sehingga dapat ditentukan dimensi saluran drainase. Besarnya debit yang dipakai sebagai dasar perencanaan dalam penanggulangan banjir adalah debit rancangan yang didapat dari penjumlahan debit hujan rencana pada periode ulang tertentu dengan debit air buangan dari daerah tersebut.
2.1.1 Perhitungan data curah hujan
Cara yang dipakai dalam menghitung hujan rata-rata adalah dengan  rata-rata Metode Thiessen biasa digunakan untuk daerah–daerah dimana titik-titik dari pengamat hujan tidak tersebar merata, dan hasilnya pun lebih teliti. Adapun caranya, yaitu :
a.       Stasiun pengamat digambar pada peta, dan ditarik garis hubung masing-masing stasiun.
b.    Garis bagi tegak lurus dari garis hubung tersebut membentuk poligon-poligon mengelilingi  tiap–tiap stasiun, dan hindari bentuk poligon segitiga tumpul.
c.       Sisi tiap poligon merupakan batas-batas daerah pengamat yang bersangkutan.
d.   Hitung luas tiap poligon yang terdapat di dalam DAS dan luas DAS seluruhnya dengan   planimeter dan luas tiap poligon dinyatakan sebagai persentase dari luas DAS seluruhnya.   Selain itu, menghitung luas juga bisa menggunakan  kertas milimeter blok.
e.    Faktor bobot dalam menghitung hujan rata–rata daerah di dapat dengan mengalikan hujan rata–rata area yang didapat dengan mengalikan presipitasi tiap stasiun pengamat dikalikan dengan persentase luas daerah yang bersangkutan.


2.1.2  Perhitungan curah hujan rancangan
Dalam perhitungan  curah hujan rancangan ini digunakan analisa frekuensi. “Suripin (2003) Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan” Frekuensi adalah besarnya kemungkinan suatu besaran hujan disamai atau dilampaui. Sebaliknya kala ulang (return) periode dalah waktu hipotetik dimana hujan dengan suatu besaran tertentu akan disamai atau dilampau.  Adapun untuk menghitung analisa frekuensi digunakan metode-metode sebagai berikut :
1.      Gumbel
2.      Log Pearson Tipe III (apabila memenuhi syarat)

Uji chi kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi peluang yang telah dipilih dapat mewakili dari distribusi statistik sampel data yang dianalisa atau dengan kata lain apakah distribusi yang telah dipilih benar atau dapat digunakan untuk menghitung sampel data. Pengambilan keputusan uji ini menggunakan parameter X2h, oleh karena itu disebut uji chi-kuadrat

2.1.2         Perhiitungan debit banjir rencana
 Perhitungan debit banjir rencana dimaksudkan untuk mengingat adanya hubungan anttara hujan dan aliran sungai dimana besarnya aliran dalam sungai ditentukan dari besarnya hujan, intensitas hujan, luas daerah, lama waktu hujan dan cirri-ciri daerah alirannya. Metode perhitungan untuk menentukan banjir rencana adalah  dengan menggunakan metode Hidrograf satuan sintetik Nakayasu. Ditemukan oleh Nakayasu (dari Jepang) yang telah menyelidiki hidrograf satuan pada beberapa sungai di Jepang. Langkah–langkah dan rumus yang digunakan dalam pengerjaan dengan metode Nakayasu adalah sebagai berikut (Soemarto; 1987) :
1.      Mencari nilai waktu konsentrasi (tg)
ü  Untuk L < 15 km
      Tg= 0,21L0,7                                                                                                                            4.1
ü  Untuk L > 15 km
      Tg= 0,4 + 0,058 L                                                                                    4.2

dimana :    L          : panjang alur sungai (km)      
                   Tg : waktu konsentrasi (jam)
2.      Mencari nilai waktu satuan hujan (tr)
Tr= 0,5 Tg  (jam)                                                                                           4.3
3.      Mencari nilai tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak (Tp)
      Tp= Tg + 0,8 Tr (jam)                                                                                    4.4

4.      Mencari waktu yang diperlukan oleh penurunan debit dari debit puncak sampai menjadi 30 % dari debit puncak (T0,3)
T0,3 = α Tg (jam)                                                                                             4.5
      dimana :
Untuk daerah pengaliran biasa,  α = 2.
Untuk bagian naik hidrograf yang lambat, bagian menurun yang cepat       (terjadi pada daerah yang sangat landai), α = 1,5.
Untuk bagian naik hidrograf yang sangat cepat, bagian menurun yang lambat (terjadi pada daerah curam), α = 3.
5.      Mencari nilai debit puncak banjir (Qp)
Qp yang dimaksud disini bukanlah debit maksimum pada penggambaran hidrograf .
6.      Menentukan bagian lengkung turun (decreasing limb) hidrograf satuan    ( Qd ).
ü    Qd > 0,3 Qp
7.      Menghitung sebaran hujan jam-jaman (RT)
8.   Menghitung nisbah jam–jaman (Rt)
               Rt     = T  RT – (T – 1) (RT – 1)                                                            4.6
dimana :
Rt                = persentase intensitas hujan rata–rata dalam  t jam(%)
    RT – 1                = nilai intensitas hujan dalam t  jam
 9.  Menghitung hujan efektif (Rc)
                       Rc= Rt x Rn                                                                                        4.13
                 Rn= C R                                                                                              4.14
     dimana :    
 C                = koefisien pengaliran
     R                = hujan rancangan periode ulang
10. Dibuat ordinat hidrograf satuan
      Sehingga diperoleh nilai Q total= base flow + Σ Rc
Dibuat grafik yang menghubungkan t sebagai sumbu x dengan Q total sebagai sumbu y dan di peroleh hidrograf satuan sintetik dengan metode NAKAYASU.

2.1      Analisa Hidrolika
Perencanaan saluran drainase harus berdasarkan pertimbangan kapasitas tampungan saluran yang ada baik tinjauan hidrolis maupun elevasi kondisi lapangan.
Tinjauan hidrolis dimaksudkan untuk melakukan elevasi kapasitas tampungan saluran debit banjir ulang 10 tahun, sedangkan kondisi di lapangan adalah didasarkan pengamatan secara langsung di lapangan untuk mengetahui apakah saluran yang ada mampu atau tidak untuk mengalirkan air secara langsung pada saatt hujan. Rumus kecepatan rata-rata pada perhitungan dimensi saluran menggunakan rumus Manning.



BAB III
METODOLOGI PENELITIAN


1.1     Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian berada di wilayah kelurahan Rembiga kecamatan Selaparang kota Mataram.
1.2      Tahapan penelitian
1.2.1        Tahap Persiapan
Tahap persiapan yang dimaksudkan adalah survey lokasi yang merupakan langkah awal yang dilakukan untuk mendapatkan gambaran sementara tentang lokasi penelitian, pengumpulan literature-literatur dan referensi yang menjadi landasan teori, serta pelaksanaan pembuatan proposal pelaksanaan. Dengan adanya tahap periapan ini akan memberikan gambaran tentang langkah-langkah yang akan diambil selanjutnya.

1.2.2        Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalah data primer dan data skunder. Pada studi ini lebih banyak mengacu atau dipengaruhi oleh data skunder. Dat tersebut antara lain sebagai berikut :
1.      Data saluran eksisting
2.      Data curah hujan
3.      Data banjir
4.      Peta tofografi, antara lain:
ü  Kedalaman saluran yang dianalisa
ü  Kontur tanah
ü  Mengetahui luas daerah DAS
1.1.1        Analisa Data
Tahapan analisa data yang perlu dilakukan dalam penelitian ini adalah :
1.      Analisa Hidrologi :
ü  Analisa data curah hujan
ü  Analisa curah hujan rata-rata
ü  Analisa debit banjir
ü  Analisa data di lapangan
2.      Analisa hidrolika :
ü  Analisa saluran eksisting
ü  Analisa terjadinya back water
ü  Perencanaan dimensi saluran drainase
ü  Mengetahui titik banjir dari masing-masing saluran


DAFTAR PUSTAKA

Te, Chow V, 1989, Hidrolika Saluran Terbuka, Erlangga, Jakarta
Diyanto Wirastowo,2007, Tugas akhir, Unika Soegijapranata, Semarang.
Hamsar, Halim, 2002, Drainase Perkotaan, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta
Soemarto, C.D,1987, Hidrologi Teknik, Usaha Nasional, Surabaya.
Y, Sudaryoko , 1987, Pedoman Penanggulangan Banjir, Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta.
Triatmodjo, B, 1993, Hidraulika I, Beta Offset, Yogyakarta.
Triatmodjo, B, 2008, Hidraulika II, Beta Offset, Yogyakarta